Saat Dunia Berubah Cepat, Tapi Sekolah Masih Ajarkan Cara Bikin Surat Lamaran 90-an

Saat Dunia Berubah Cepat, Tapi Sekolah Masih Ajarkan Cara Bikin Surat Lamaran 90-an

Di tengah dunia yang berubah cepat oleh kemajuan teknologi dan disrupsi digital, sistem pendidikan formal di banyak tempat masih bertahan dengan kurikulum dan metode lama. Salah satu contoh paling mencolok adalah ketika sekolah masih mengajarkan cara membuat surat lamaran kerja ala tahun 1990-an—lengkap dengan format formal, salam pembuka yang kaku, dan struktur yang nyaris tak pernah berubah selama beberapa dekade. Padahal, realitas dunia kerja saat ini sudah bergeser secara signifikan.

Sementara perusahaan global menilai portofolio digital, kehadiran online, dan keterampilan komunikasi lintas platform, murid-murid masih dipandu menyusun surat lamaran dengan kalimat pembuka seperti “Dengan hormat, sehubungan dengan lowongan yang dimuat di harian…”. joker 123 Kontras ini mengundang pertanyaan besar tentang kesesuaian antara pendidikan sekolah dan kebutuhan nyata di lapangan kerja modern.

Dunia Kerja yang Tidak Lagi Sama

Perusahaan startup hingga korporasi teknologi besar kini tidak hanya menilai seseorang dari selembar surat lamaran. Mereka melihat LinkedIn, hasil karya di GitHub, portofolio di Behance, hingga kehadiran personal melalui blog atau channel YouTube. Bahkan, beberapa rekruter menyatakan lebih memilih kandidat dengan pendekatan kreatif, seperti video lamaran atau email pitch yang langsung ke intinya.

Namun, di ruang kelas, sebagian guru masih menilai murid dari seberapa rapi mereka mengikuti format baku surat lamaran kerja zaman dahulu. Penilaian fokus pada penggunaan kata “dengan hormat” dan urutan paragraf, bukan pada pemahaman terhadap tujuan komunikasi atau efektivitas menyampaikan nilai diri. Hal ini membuat lulusan sekolah rentan gagap saat harus menghadapi rekrutmen yang lebih dinamis dan informal.

Ketimpangan antara Teori dan Realitas

Kurikulum pendidikan seolah berjalan di jalur paralel yang tak bersinggungan dengan kenyataan di luar sekolah. Pembelajaran masih terpusat pada hafalan struktur dan format, bukan pada kemampuan adaptif dan kontekstual. Murid diajarkan aturan, tetapi tidak diajak memahami kenapa aturan itu bisa berubah seiring waktu dan kebutuhan.

Akibatnya, sekolah mencetak lulusan yang bisa menulis surat lamaran formal, tetapi bingung saat diminta membuat bio singkat di LinkedIn atau menulis email perkenalan yang ringkas namun profesional. Ini bukan soal menyalahkan guru, tapi soal sistem yang belum fleksibel menyesuaikan diri dengan dunia yang makin tidak linear.

Ketika Kreativitas dan Keunikan Tidak Diakomodasi

Surat lamaran konvensional tidak memberi ruang pada kreativitas. Sementara dunia sekarang justru menilai keunikan. Desainer, videografer, programmer, hingga penulis konten sering kali dinilai bukan dari seberapa formal surat lamaran mereka, tapi seberapa kuat karakter yang muncul dari karya-karyanya. Format satu arah dalam pendidikan tidak memberi peluang pada murid untuk mencoba berbagai gaya komunikasi yang lebih modern dan relevan.

Sebaliknya, jika pendidikan berani membuka ruang eksperimentasi, murid mungkin bisa belajar menulis email dengan gaya yang lebih natural namun tetap sopan, membuat video perkenalan diri, atau membangun personal branding sejak dini. Tapi selama yang dinilai masih huruf kapital di awal kalimat dan titik koma di tempat yang tepat, potensi-potensi kreatif itu tetap terpendam.

Penutup: Antara Tradisi dan Kenyataan

Kenyataan bahwa sekolah masih mengajarkan cara membuat surat lamaran kerja seperti di era 90-an menjadi gambaran lebih luas tentang ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan dinamika zaman. Bukan berarti format lama tidak punya tempat sama sekali, tetapi jika itu menjadi satu-satunya yang diajarkan, maka anak-anak hanya akan dibekali untuk menghadapi masa lalu, bukan masa depan.

Pendidikan seharusnya menjadi jembatan ke dunia nyata yang terus berubah, bukan museum dari metode yang pernah berjaya. Saat dunia bergerak cepat, sistem pendidikan yang terlalu lambat menyesuaikan diri akan meninggalkan banyak generasi muda dalam kebingungan: tahu caranya menulis surat lamaran formal, tapi tidak tahu bagaimana memperkenalkan diri secara relevan di zaman digital.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *